Laudato si’: Pembaharuan Manusia untuk Pembaharuan Alam
Siang tadi sangat panas. AC mobil saja hanya mengeluarkan angin, tidak ada dinginnya sama sekali. Eh tahu-tahu sorenya hujan lebat. Sungguh alam dapat berubah dengan sangat cepat. Fenomena alam ini membawa ingatanku kembali pada masa SMA. Dahulu aku diminta untuk membaca buku berjudul Laudato Si’ untuk mengerjakan sebuah tugas. Ternyata buku tersebut adalah ensiklik (surat amanat dari Paus) yang berisi tentang krisis dan masalah ekologi. Ensiklik yang ditulis oleh Paus Fransiskus tersebut menjawab dan memberikan tawaran solusi atas segala permasalahan. Walaupun berangkat dari ajaran agama Katolik, buku ini memberikan pencerahan dan solusi permasalahan alam bagi setiap orang yang membacanya. Fakta-fakta tidak mengenakan secara gamblang dipaparkan di dalamnya.
Akar masalah ekologis di bumi ini sejatinya adalah manusia sendiri dengan segala inovasi dan aktivitasnya yang tidak bertanggung jawab. Perkembangan teknologi yang sangat masif telah memberikan kekuatan hebat bagi manusia. Lebih tepatnya bagi mereka yang memiliki pengetahuan dan kekuatan ekonomi untuk menggunakan teknologi tersebut. Sayangnya, perkembangan teknologi tidak diimbangi dengan peningkatan tanggung jawab manusia dan kepekaan hati nurani sehingga teknologi dapat disalahgunakan demi kepentingan segelintir orang yang berkuasa saja. Masalahnya mendasarnya terletak pada cara manusia menerima dan mengembangkan teknologi. Teknologi digunakan secara tidak bertanggung jawab untuk memeras segala hal yang mungkin diperas dari alam dan cenderung mengabaikan dampak-dampak yang dapat terjadi. Alam sebagai anugerah Tuhan harus diolah dengan memperhatikan tujuan semula diciptakannya alam. Berdasarkan kitab Kejadian 2:15 dan Sirakh 38:34, Allah menempatkan manusia dalam suatu kebun yang baru. Tugas manusia tidak hanya untuk memetik dan melestarikan, tetapi juga untuk mengerjakannya agar menghasilkan buah. Dengan demikian manusia menjadi “penopang tata dunia.” Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Centesimus Annus menegaskan bahwa manusia harus bekerja sama dengan Allah di dunia. Bukannya berusaha untuk menggantikan Allah dan pada akhirnya membangkitkan pemberontakan alam.
Kepentingan ekonomi telah menempatkan kemajuan teknologi sebagai mesin penghasil uang tanpa memperhatikan kemungkinan dampak negatifnya bagi manusia. Pengetahuan dan perkembangan teknologi tidak digunakan untuk mengatasi masalah sosial yang nyata, tetapi sering kali justru menyebabkan hilangnya empati dalam berbagai hal.
Perlu kita ingat kembali bahwa manusia memiliki kebebasan yang mampu untuk memberikan batas pada teknologi dan menggunakannya untuk kemajuan yang lebih sehat dan manusiawi.
Situasi saat ini mendesak kita merevolusi ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat dimanfaatkan secara konstruktif dan berkelanjutan serta memulihkan kembali nilai-nilai dan tujuan yang baik. Tidak ada pembaharuan alam tanpa adanya pembaharuan manusia itu sendiri. Sebagai generasi masa depan yang terdidik, kita harus bisa menggunakan pengetahuan dan perkembangan teknologi secara bijaksana dan untuk tujuan yang bermanfaat bagi sesama. Tidak hanya bermanfaat bagi sesama manusia, pengetahuan dan teknologi itu harus digunakan untuk keberlanjutan alam, anugerah Allah yang harus kita rawat bersama.